Tema; Melawan Hoax demi suksesnya pemilu 2019 yang
damai, berkualitas dan bermartabat serta terwujudnya keberlanjutan pembangunan
nasional
Tahun ini merupakan tahun politik yang istimewa,
mengapa tidak dikatakan ini bahkan disebut-sebut terumit di dunia. Ada lima
kertas suara dengan ukuran yang berbeda
yang harus dicoblos, masing-masing kertas suara memiliki warna yang berbeda. Misal
kuning untuk DPR RI, biru untuk DPRD provinsi, hijau untuk DPRD kabupaten atau kota,
merah untuk DPD dan hitam atau abau-abu untuk memilih presiden dan wakil
presiden. Karena ada 5 surat suara yang harus dicoblos maka jumlah kotak suara
pun ada 5 di setiap TPS (Tempat Pemungutan Suara). Jumlah TPS tahun 2019 lebih
banyak dibandingkan tahun 2014. Setelah di uji coba oleh KPU setiap orang
setidaknya membutuhkan waktu 11 menit di TPS, hal ini yang disinyalir akan
membuat orang untuk memilih golput. Tapi ingat sekali lagi bahwa pemilihan ini
merupakan pesta demokrasi bangsa Indonesia untuk memilih pemimpin yang akan datang
jadi pastikan kita semua jangan golput, pilihlah calon pemimpin sesuai hati
nurani kita jangan ikut-ikutan. Terlebih lagi kalau kita terbawa isu hoax yang
saat ini mudah beredar di media sosial.
Dalam menyikapi agenda ini tak sedikit hoax pun
beredar di media sosial. Hal ini yang dapat menimbulkan perpecahan. Ada pihak
yang diuntungkan ada pihak yang dirugikan. Saya sendiri tidak menginginkan
terjadinya kerusuhan selama pemilihan berlangsung nanti. Kita sebagai WNI
(Warga Negara Indonesia) harus bisa menjaga Negara kita supaya tetap aman.
Hoax sendiri menurut KBBI yaitu Hoax mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Menurut
Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang
sengaja disesatkan, namun “dijual” sebagai kebenaran. Menurut Werme (2016),
mendefiniskan Fake news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja
menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu. Hoax bukan
sekedar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake
news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah
sebagai serangkaian fakta.
Tugas penyebar isu, diantaranya; mengabarkan berita
sesuai permintaan client, mengaburkan target sasaran, dan menguburkan fakta
yang sebenarnya. Kenapa hoax subur di negeri ini? Tiada lain karena pekerjanya
dihargai dan tidak sedikit nominalnya. Cara intelligent bekerja untuk melakukan
penyebaran hoax mulai dari perencanaan sampai goal nya bisa menenggelamkan atau
menguburkan target sesuai permintaan client. Misalnya saja ketika ada demo
mengenai isu A. mulai dari perekrutan massa, massa dibayar kurang lebih lima
ratus ribu. Pembayar diongkosi sekitar dua milliar sehingga disini adanya
penggalangan. Kemudian melaksanakan tugas sesuai permintaan client yakni
mencoba merubah mindset supaya demo dianggap kekerasan. Membuat meme kekerasan,
tersebarlah hoax seolah –olah membetulkan ada pembakaran. Pemesannya sendiri
biasanya orang yang punya duit, karena tidak sedikit uang yang harus
dikeluarkan untuk membuat hoax itu sendiri.
Pengguna sosmed oleh pelaku hoax dimanfaatkan secara
maksimal. Mereka bisa meretas akun seseorang yang memiliki jumlah follower
banyak, dan ini menjadi sasaran empuk bagi mereka.
Rakyat Indonesia mulai tumbuh generasi pengguna sosial
media sehingga ada istilah gen x ; generasi 35 tahun ke atas, dan gen y ;
generasi 35 tahun ke bawah. Berita hoax yang ada di sosmed itu yang popular
itulah yang keren dan yang benar, sehingga tugas hoaxer yakni; mengkibarkan dan
mengkobarkan. Mengkibarkan yakni menyebarkan berita dengan berbeda angel atau
dengan kata lain sudut pandang, mengkobarkan seperti isu yang kecil menjadi
besar. Sehingga pengaruhnya sangat besar kepada masyarakat Indoesia ada istilah
cacing menjadi naga atau naga jadi cacing. Sesuatu yang tidak diketahui menjadi
diketahui.
Maka dari itu kita harus mampu memilih berita, selain
mendapatkan berita. Memilih mana berita hoax (palsu) dan nyata. Hafidz Ari (Seorang penggagas dan pengarang
buku Indonesia Tanpa JIL /ITJ) sendiri
menegaskan bahwa ; sebelum kita menyebarkan berita kita harus telaah berita itu
hoax atau tidak. Bagaimana kita melawan hoax menurut beliau kita harus
mengklarifikasi bukti/bukti yang beredar istilahnya kita harus tabayun dulu. Dan mengecek berita
tersebut benar tidaknya. Berikut tips mengatasi hoax dilansir dari liputan 6.com ada 8 tips cara deteksi
hoax dari kepala Badan Siber diantaranya; 1. Cek kejanggalan, ketika membaca
berita jika kita merasa ada kejanggalan dalam berita tersebut biasanya
menggunakan bahasa provokatif, memanfaatkan isu yang sedang beredar saat itu.
2. Kesesuaian judul dan isi, harus di cek antara judul dan isi berita tersebut
sudah sinkron atau tidak. 3. Pastikan sumber berita, jika sumber tersebut sudah
terverifikasi oleh dewan pers maka dapat dipercaya. 4. Lihat tanggal terbit,
hal ini untuk memastikan berita tersebut sudah valid atau hoax. 5. Cek
data pendukung, kita harus benar-benar mengecek data pendukung, supaya tidak
ada yang disalahkan. 6. Kredibilitas penulis, bagaimana pun juga harus
ditelusuri penulis lebih condong kearah kubu mana, 7. Arah keberpihakan
penulis / media, apakah netral atau memihak salah satu kubu. 8. Klarifikasi ulang,
masyarakat harus mengklarifikasi ulang berita tersebut, memastikan berita itu benar
adanya atau hoax .
Masyarakat Indonesia harus mulai melek tidak hanya melek
informasi dan teknologi, juga harus melek keadaan situasi dan kondisi. Sudah saatnya
kita harus bijak dan dewasa dalam menyikapi setiap berita yang beredar. Sehingga dapat terwujudnya keberlanjutan
pembangunan nasional karena dengan bersatu rakyat Indonesia negara akan kuat. sebaliknya ketika banyak perpecahan yang disebabkan hoax salah satu nya maka pembangunan pun akan terhambat. Semoga pemilu tahun 2019 saat ini lancar tanpa ada
hoax diantara kita ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar