Kamis, 21 Februari 2019

Tips Melawan Hoax


Tema; Melawan Hoax demi suksesnya pemilu 2019 yang damai, berkualitas dan bermartabat serta terwujudnya keberlanjutan pembangunan nasional


Tahun ini merupakan tahun politik yang istimewa, mengapa tidak dikatakan ini bahkan disebut-sebut terumit di dunia. Ada lima kertas suara dengan ukuran  yang berbeda yang harus dicoblos, masing-masing kertas suara memiliki warna yang berbeda. Misal kuning untuk DPR RI, biru untuk DPRD provinsi, hijau untuk DPRD kabupaten atau kota, merah untuk DPD dan hitam atau abau-abu untuk memilih presiden dan wakil presiden. Karena ada 5 surat suara yang harus dicoblos maka jumlah kotak suara pun ada 5 di setiap TPS (Tempat Pemungutan Suara). Jumlah TPS tahun 2019 lebih banyak dibandingkan tahun 2014. Setelah di uji coba oleh KPU setiap orang setidaknya membutuhkan waktu 11 menit di TPS, hal ini yang disinyalir akan membuat orang untuk memilih golput. Tapi ingat sekali lagi bahwa pemilihan ini merupakan pesta demokrasi bangsa Indonesia untuk memilih pemimpin yang akan datang jadi pastikan kita semua jangan golput, pilihlah calon pemimpin sesuai hati nurani kita jangan ikut-ikutan. Terlebih lagi kalau kita terbawa isu hoax yang saat ini mudah beredar di media sosial.
Dalam menyikapi agenda ini tak sedikit hoax pun beredar di media sosial. Hal ini yang dapat menimbulkan perpecahan. Ada pihak yang diuntungkan ada pihak yang dirugikan. Saya sendiri tidak menginginkan terjadinya kerusuhan selama pemilihan berlangsung nanti. Kita sebagai WNI (Warga Negara Indonesia) harus bisa menjaga Negara kita supaya tetap aman.  
Hoax sendiri menurut KBBI yaitu Hoax mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun “dijual” sebagai kebenaran. Menurut Werme (2016), mendefiniskan Fake news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu. Hoax bukan sekedar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta.
Tugas penyebar isu, diantaranya; mengabarkan berita sesuai permintaan client, mengaburkan target sasaran, dan menguburkan fakta yang sebenarnya. Kenapa hoax subur di negeri ini? Tiada lain karena pekerjanya dihargai dan tidak sedikit nominalnya. Cara intelligent bekerja untuk melakukan penyebaran hoax mulai dari perencanaan sampai goal nya bisa menenggelamkan atau menguburkan target sesuai permintaan client. Misalnya saja ketika ada demo mengenai isu A. mulai dari perekrutan massa, massa dibayar kurang lebih lima ratus ribu. Pembayar diongkosi sekitar dua milliar sehingga disini adanya penggalangan. Kemudian melaksanakan tugas sesuai permintaan client yakni mencoba merubah mindset supaya demo dianggap kekerasan. Membuat meme kekerasan, tersebarlah hoax seolah –olah membetulkan ada pembakaran. Pemesannya sendiri biasanya orang yang punya duit, karena tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan untuk membuat hoax itu sendiri.
Pengguna sosmed oleh pelaku hoax dimanfaatkan secara maksimal. Mereka bisa meretas akun seseorang yang memiliki jumlah follower banyak, dan ini menjadi sasaran empuk bagi mereka.
Rakyat Indonesia mulai tumbuh generasi pengguna sosial media sehingga ada istilah gen x ; generasi 35 tahun ke atas, dan gen y ; generasi 35 tahun ke bawah. Berita hoax yang ada di sosmed itu yang popular itulah yang keren dan yang benar, sehingga tugas hoaxer yakni; mengkibarkan dan mengkobarkan. Mengkibarkan yakni menyebarkan berita dengan berbeda angel atau dengan kata lain sudut pandang, mengkobarkan seperti isu yang kecil menjadi besar. Sehingga pengaruhnya sangat besar kepada masyarakat Indoesia ada istilah cacing menjadi naga atau naga jadi cacing. Sesuatu yang tidak diketahui menjadi diketahui.
Maka dari itu kita harus mampu memilih berita, selain mendapatkan berita. Memilih mana berita hoax (palsu) dan nyata.  Hafidz Ari (Seorang penggagas dan pengarang buku Indonesia Tanpa JIL /ITJ)  sendiri menegaskan bahwa ; sebelum kita menyebarkan berita kita harus telaah berita itu hoax atau tidak. Bagaimana kita melawan hoax menurut beliau kita harus mengklarifikasi bukti/bukti yang beredar istilahnya kita harus tabayun dulu. Dan mengecek berita tersebut benar tidaknya. Berikut tips mengatasi hoax dilansir dari liputan 6.com ada 8 tips cara deteksi hoax dari kepala Badan Siber diantaranya; 1. Cek kejanggalan, ketika membaca berita jika kita merasa ada kejanggalan dalam berita tersebut biasanya menggunakan bahasa provokatif, memanfaatkan isu yang sedang beredar saat itu. 2. Kesesuaian judul dan isi, harus di cek antara judul dan isi berita tersebut sudah sinkron atau tidak. 3. Pastikan sumber berita, jika sumber tersebut sudah terverifikasi oleh dewan pers maka dapat dipercaya. 4. Lihat tanggal terbit, hal ini untuk memastikan berita tersebut sudah valid atau hoax. 5. Cek data pendukung, kita harus benar-benar mengecek data pendukung, supaya tidak ada yang disalahkan. 6. Kredibilitas penulis, bagaimana pun juga harus ditelusuri penulis lebih condong kearah kubu mana, 7. Arah keberpihakan penulis / media, apakah netral atau memihak salah satu kubu. 8. Klarifikasi ulang, masyarakat harus mengklarifikasi ulang berita tersebut, memastikan berita itu benar adanya atau hoax .
Masyarakat Indonesia harus mulai melek tidak hanya melek informasi dan teknologi, juga harus melek keadaan situasi dan kondisi. Sudah saatnya kita harus bijak dan dewasa dalam menyikapi setiap berita yang beredar. Sehingga dapat terwujudnya keberlanjutan pembangunan nasional karena dengan bersatu rakyat Indonesia negara akan kuat. sebaliknya ketika banyak perpecahan yang disebabkan hoax salah satu nya maka pembangunan pun akan terhambat.  Semoga pemilu tahun 2019 saat ini lancar tanpa ada hoax diantara kita ya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar