Essay
2
Sukses
terbesar dalam hidup saya adalah ketika saya mampu menjadi juara. Betapa tidak,
bagi saya juara adalah sebuah penghargaan atas pengorbanan yang telah saya
lakukan. Semenjak kecil saya hanya mengetahui makan, dan bermain. Namun ketika
memulai memasuki sekolah dasar disitu awal mula saya berfikir, yang sebelumnya
tidak bisa membaca jadi bisa. Awalnya tidak mengetahui perkalian dan pembagian
kini menjadi tahu. Semua itu berkat sekolah dan ayah ku yang selalu
membimbingku sampai aku bisa.
Rasanya
senang sekali ketika kita bisa memberi tahu teman yang tidak mengerti. Dari
motivasi itu saya selalu semangat belajar. Sekolah tidak pernah bolos. Meski
fasilitas yang saya dapatkan tidak seperti teman-teman lainnya seragam baru,
tas baru, atau sepatu baru ditiap kenaikan kelas. Namun dengan menjadi juara
pun hati saya merasa puas membuat ayah saya bangga.
Semangat
belajar selain motivasi dari ayah yang terpenting adalah dari dalam diri.
Niatkan belajar untuk ibadah, karena jaminan bagi yang menuntut ilmu adalah
surga, selama ilmu yang kita pelajari menambah keimanan kita menambah nilai
ibadah sehingga ibadah pun jadi rajin.
Jenjang
sekolah dari SD, SMP, SMA yang telah dilalui, dengan penuh kesungguhan tiada
waktu yang disia-siakan. Dengan belajar sungguh-sungguh itulah saya bisa meraih
juara umum ke satu baik di SD, SMP dan SMA. Cita-cita saya selalu berubah
karena antara keinginan dan kenyataan harus realistis. Saya yang sekolah hanya
mengandalkan beasiswa, berbekal ketekunan dan kerajinan. Cita-cita pertama saya
ingin menjadi pedagang sukses, melihat ayah saya yang hanya seorang pedagang,
meski kala itu teman-teman ku tidak ada yang menginginkan cita-cita itu. Kedua,
saya ingin menjadi pramugari karena saya ingin sekali keliling dunia ditunjang
dengan tinggi badan ku saat itu paling tinggi diantara teman-teman perempuan.
Tapi menginjak SMP tinggi badan ku tetap tidak bertambah malah beberapa teman-temanku
yang tinggi.
Ketiga,
saya bertekad ingin menjadi guru matematika, kala itu saya menyukai matematika
dan ternyata saya lebih suka menghitung ketimbang hafalan. Saya pun menjadi
utusan sekolah mengikuti lomba olimpiade matematika. Menginjak SMA saya mulai
merenung, untuk melanjutkan kuliah. Keterpurukan
pun menimpa keluarga kami. Ayah sudah tiada. Bagaimana saya bisa menjadi
seorang guru, kalau kuliah pun saya tidak ada biaya. Beberapa tawaran beasiswa
dari beberapa kampus mulai mengerubungi namun entah benar atau tidak. Yang
pasti tidak ada beasiswa diawal. Rata-rata beasiswa diberikan setelah masuk
dulu.
Sehingga
ketika ada tawaran PMDK yang kuotanya cuman 1 kursi saya berikan kepada teman
saya, karena dia sangat menginginkan sekali. Setelah itu saya mulai istikhoroh
meminta petunjuk diberikan jalan yang terbaik. Saya mengikuti ujian masuk di
UNAS PASIM, namun gagal. Ujian beasiswa UNPAD, dan beastudi ETOS. Semuanya
gagal, dan kemudian saya mengikuti ujian SNMPTN dengan pilihan 3 kampus; yakni,
ITB, UI dan UNPAD. Gagal juga. Akhirnya dalam mimpiku saya ditujukan kepada
kampus yang ada di Cirebon, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Cirebon
yang namanya kini berubah menjadi Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati
Cirebon.
Selama
4 tahun saya menjalani kuliah di kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Selama itu
juga perjuangan hidup saya untuk bisa kuliah dan bertahan hidup. Saya dapat
penghargaan dari rector sebagai mahasiswa berpredikat terbaik. Dan kini saya
ingin melanjutkan S2 dan itu merupakan impian terbesar saya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar