Bismillah. Alhamdulillah sudah memasuki lagi bulan Ramadlan
dimana di bulan ini umat muslim diwajibkan untuk berpuasa. Bagiku di Puasa
1437H ini merupakan yang ke 19 kalinya. Sudah kah mendapatkan makna dari
Ramadlan itu sendiri? Tulisan ini sebagai pengingat diri yang terkadang
terabaikan.
Dalam sebuah buku karya ust. Nashruddin Syarief mengutipkan
sebuah hadits dari beberapa kitab, yang berbunyi; “Jatuh ke tanah hidung seseorang. Masuk kepadanya bulan Ramadhan, lalu
ia berlepas diri sebelum diampuni”
Sudah kah memahami petikan hadits tersebut? Saya jelaskan
kurang lebih seperti ini, jatuh ke tanah hidung seseorang ini menggambarkan
kondisi yang hina, sungguh amat terhina seseorang ketika masuk di bulan
Ramadlan tapi tidak menjalankan ibadah / amal soleh di bulan tsb. Maka
kondisinya amat terhina sedangkan dirinya belum diampuni Allah.
Alqur’an menjelaskan tentang Ramadlan ada 2 aspek yang perlu
kita perhatikan; aspek syariat dan aspek hakikat. Shaum sebagai aturan hukum
(syariat) bisa dilihat dalam Alqur’an (2/163-167); mengisyaratkan bahwa
dilaksanakan puasa di bulan Ramadhan disesuaikan dengan waktu dan bilangan hari
yang telah ditentukan. Aspek kedua (hakikat), hakikat utama dari shaum adalah
mencapai derajat taqwa.
Agar shaum di bulan Ramadlan bisa bermakna Rasulullah
mencontohkan beberapa amalan diantaranya; berderma, berinfak, bersodaquh,
I’tikaf, tadarus Qur’an. Semua amalan ini mengantarkan umat muslim pada
hakikat.
Ketika shaum hanya sebatas menahan diri dari makan dan minum,
dan tidak merubah perilaku/sikap, itulah yang sia-sia. Shaum Ramadlan kali ini
harus bisa menjadikan bulan penuh ampunan. Menerapkan aktivitas amal soleh kita
sehingga bisa kembali pada fitri (kesucian). Kriteria shaum Ramadhan yang diterima tidak
mengabaikan aspek syariatnya dan hakikatnya. Mengisi kegiatan di bulan Ramadhan
ini dengan tadarus, terawih, menuntut ilmu, berbuat baik kepada orang lain perbanyak
sedekah. Dan tak lupa selalu berbakti pada orangtua ya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar