PEMUDA di warna warni
Thalabul Ilmi
Sebuah buku catatan ringan untuk
kamu… wahai pemuda. Manis nya thalabul ‘ilmi yang kurasa “terlalu mudah jika hanya untuk memulai thalabul ‘ilmi. Namun betapa
sulitnya jika memutuskan ingin keluar dari lingkaran thalabul ‘ilmi”.
Ku memulai untuk belajar bersama
teman-teman sejak usia 6 tahun saat itu, diawali dengan semangat baru, memakai
pakaian baru, alat tulis baru dan yang
tak kalah penting adalah guru yang menyenangkan. Perasaan senang diawal sebagai
kunci untuk belajar yang menyenangkan, layaknya dunia anak, meski masih banyak
mainnya tapi tidak lupa disisipi belajar begitulah guru untuk anak-anak
seharusnya.
Teringat dahulu belum bisa
ngapangapain baca tulis ga bisa, namun berkat tekad semangat yang kuat untuk
terus belajar sehingga saya bisa mengejar ketertinggalan. Almarhum babeh yang
udah ngajarin baca tulis sampe ngitung perkalian yang tak kenal letih
membimbing. Adapun mama ku saat itu posisinya sebagai supporter.
Setelah menikmati bangku
pendidikan selama 16 tahun, kini ku dapat mempertanyakan pada diriku ini
tentang keberkahan sebuah ilmu, alangkah tidak berkahnya jika mendapat ilmu
tidak dapat ditularkan atau diajarkan kepada yang lainnya. Sehingga sungguh
mulia lah menjadi seorang guru mendapat ilmu dan bisa mengajarkannya kembali.
Satu hal yang tak boleh pernah putus yakni belajar ilmu agama. masihkah ada
semangat menuntut ilmu di jiwamu? Menuntut ilmu agama pastinya.
Engkau begitu cerdas. Daripada
mengahafal rumus matematika, kimia, fisika, apakah tidak sebaiknya engkau
menghafal ayat-ayat suci AlQur’an? Dan alangkah lebih baiknya sebelum
terlambat. Engkau sungguh pintar, daripada menghafal nama-nama latin tumbuhan
lengkap dengan ordo familinya, apakah tidak sebaiknya engkau mengahafal hadits
lengkap dengan sanadnya? Hadits pun saya baru baru mengenalnya. Engkau
benar-benar pandai daripada menghafal kosakata Bahasa Inggris dan rumu-rumus
tenses, apakah tidak sebaiknya engkau mengahafal Bahasa Arab lengkap dengan
tata Bahasa Arab sehingga engkau ahli nahwu saraf? Semua pertanyaan itu menjadi
cambuk bagi diriku sendiri.
Aku berusaha menjadi baik bukan
berarti aku luput dari dosa. 12 tahun mengenyam pendidikan sekuler bagaimana
tidak? Pendidikan yang justru nilai agama yang sedikit sekali malah lebih di
doktrin pada teori-teori barat dan itu pada akhirnya tidak dipakai dalam
kehidupan nyata sehari-hari kita. Sedih rasanya jika kita masih belum tersadar,
bahwa diri kita saat ini apakah lebih memilih tetap menutup telinga tentang
agama, padahal dalam KTP mengaku Islam. Jelas-jelas Islam tidak memisahkan
dengan aspek kehidupan justru kehidupan seorang muslim diliputi dengan aturan
Islam mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi.
Semoga hal ini tidak terjadi pada
diriku dan dirimu, yakni; “cahaya ilmu di
wajahmu telah tertukar dengan gelapnya dosa, sujud dan ruku telah berubah
menjadi langkah-langkah cela, do’a dan dzikir telah berganti dengan nada dan
lagu. Naudzu billahi min dzalik.”
Tentang indah dan manisnya thalabul ‘ilmi, dalam hitungan
pendek dari kehidupan yang telah dilalui tidak ada kenangan seindah hari-hari
thalabul ilmi, meski tiap pagi harus mandi, sarapan pagi, berangkat pagi.
Adapun kamu yang susah bangun terpaksa harus dibangunkan dengan sedikit
percikan air sehingga terperanjat dari tempat tidur. Itu semua hanya untuk
menegakan tholabul ilmi. Bagiku sungguh menyenangkan dan membahagiakan, serasa
benar-benar sedang berada di taman surga. Terlebih ketika kita tidak dihadapkan
persoalan biaya. Rasanya tidak mau beralih dunia saya tetap ingin di jalan
tholabul ilmi ini. Namun apa yang saya hadapi jauh dari yang saya harapkan.
Pendidikan tidak terlepas dari
biaya. Tapi Alhamdulillah Allah mudahkan segala urusannya, selalu ada jalan
untukku bagiku yang selalu berusaha. Segala apapun yang saya upayakan demi bisa
tetap bertholabul ilmi, berbeda dengan dunia setelah itu. Masalah bukan
berhenti, tetapi malah bertubi-tubi. Tapi itulah indahnya kehidupan. Qanaah dan
bersabar, sholat dan sabar sebagai pegangan kuncinya selalu saya pegang
erat-erat. Meski pada akhirnya bukan otomatis masalah itu hilang, tetapi
setidaknya kita menyadari bahwa jangan sampai kita tertipu pada permasalahan
dunia saat ini. Bukankah ada kehidupan yang lebih kekal setelah ini? Biarlah.,
yang penting selalu ada Allah dalam hati kita.
Aku orangnya memang jarang curhat
karena sebelumnya pernah dikecewain sama orang yang aku ajak curhat dia tidak
bisa memegang rahasia, sehingga pada akhirnya, saya pikir dengan curhat kepada
orang lain hanya buang-buang waktu dan masalah pun tidak lekas menjadi hilang.
Maka kuputuskan hanya curhat padaMu.
Tentang pemuda, seperempat abad
usiaku telah kujalani. Al-Imam Ibnu Jauzi menyebutkan tentang pengertian
pemuda; bahwa umur manusia dibagi menjadi 5 fase;
1. Sejak
hari kelahiran sampai usia baligh, berlangsung selama 15 tahun.
2. Sejak
usia baligh sampai akhir masa muda 35tahun. Fase yang disebut masa muda (as
syabab)
3. Dari
akhir fase masa muda sampai 50 tahun dinamakan fase al kuhulah.
4. Dari
masa kuhulah sampai 70 tahun disebut as syaikukhan.
5. Dari
usia 70 tahun sampai tutup usia disebut fase alharim.
Pemuda masa nya berkarya, masanya
menghadapi hawa nafsu dan syahwat terbesar. Menghiasi masa muda dengan tholabul ‘ilmi harus sudah menjadi
kebutuhan. Jangan sampai menyesal! Sekarang, coba tanyakan kepada orang tua
betapa pahit dan berat melalui masa-masa tua tanpa ilmu agama. Al-Amasy
berkata; “jika engkau melihat orang tua
tidak bisa membaca ALQur’an dan tidak dapat menulis hadits. Maka tamparlah dia!
Sebab orang itu termasuk syuyukhul Qamara” . [1]Apa
syuyukhul Qamara itu? Abu Ja’far Rohimahullah menjelaskan; “Mereka adalah
orang2 tua yang menghabiskan waktunya dengan kumpul-kumpul dibawah sinar bulan
ngobrol tentang hari-hari manusia tidak ada satu pun dari mereka ada yang wudu
dengan baik untuk solat”. Dahulu Imam Syafi’I jika melihat orang tua bisa
menjawab hadits dan fiqih. Beliau hanya diam saja. Jika ada orang tua yang
ketika ditanya soal hadis dan fiqih tidak bisa menjawab. Beliau berkata;
“Semoga Allah tidak memberikan balasan kebaikan kepada dirimu! Dari dirimu dan
Islam. Sungguh engkau telah mensia-siakan dirimu dan Islam”
#TetapSemangatMenuntutIlmu
#BerkaryaLebihBaik
Write: Sya’ban 1437H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar